Alat Kesehatan

PT SARANDI KARYA NUGRAHA

TN, trustnews.id
Senin, 06 September 2021 | 06:30 WIB


PT SARANDI KARYA NUGRAHA
Isep Gojali (tengah), Direktur Utama PT Sarandi Karya Nugraha (Sarandi)
Tak tergiur ikut memasarkan produk alat kesehatan terkait Covid-19, Sarandi tetap memfokuskan diri pada produk furnitur, seperti tempat tidur, meja operasi dan renograf.

PT Sarandi Karya Nugraha (Sarandi) memilih jalan berbeda. Saat yang lain ramai-ramai menjadikan pandemi Covid-19 sebagai momentum dengan mengeluarkan produk, mulai hand sanitizer, masker hingga Alat Pelindung Diri (APD).

Direktur Utama PT Sarandi Karya Nugraha (Sarandi) Isep Gojali, mengakui, SKN tidak mengikuti arus utama yakni memasok produk yang ramai untuk Covid-19.

Sarandi tetap fokus pada produk alkes, yang mencakup kategori bedah, kategori perawatan, kategori dukungan medis, dan kategori darurat. Seperti meja operasi, tempat tidur rumah sakit sampai stretcher ambulance, lampu operasi, autoclave dan Renograf merupakan alat memantau fungsi ginjal menggunakan teknologi nuklir.

“Kami tidak ikut produksi APD atau masker serta produk disposable lainnya paling yang terkait dengan Covid-19, kami punya stretcher ambulance. Namun, di tahun pandemi ini kami merasakan ada sekamir 20-30 persen kenaikan khususnya untuk produk furnitur, seperti tempat tidur, meja operasi dan renograf,” ujar Isep menjawab TrustNews.

"Saya lebih senang produk yang untuk jangka panjang dengan riset yang baik terlebih dahulu. Prinsipnya kami lebih senang produk yang tidak banyak atau belum ada diproduksi di sini," tambahnya.

Meski tidak mengikuti arus utama, Isep mengatakan, perseroan mencatat rerata mampu melakukan penjualan secara maksimal. Untuk itu, pada tahun ini hingga tahun depan diharapkan bisa meningkat setidaknya hingga 50 persen meski akan tetap tergantung kondisi perekonomian Tanah Air.

Dari sisi produksi, perseroan pun mengaku tidak pernah memiliki hambatan berarti mengingat mayoritas didapat dari dalam negeri. Perseroan juga memiliki 30-an pabrikan yang khusus memasok komponen untuk produknya.

"Sarandi Alhamdulillah kuatnya di riset dan litbang. Produk Sarandi bukan hasil beli komponen dari luar negeri (assembling), tapi lebih banyak produk buatan sendiri. Kami desain sendiri dan kami manufaktur sendiri sehingga original," paparnya.

Sebagai tambahan informasi, Sarandi didirikan pada 12 November 1997, manufaktur furniture rumah sakit. Tumbuh dari sebuah industri rumah tangga dengan sepuluh karyawan, Sarandi hari ini berjumlah 178 karyawan yang terampil menghasilkan berbagai macam furniture rumah sakit dalam negeri maupun pasar ekspor yang berkualitas.

Pertumbuhan yang signifikan ini disebabkan perusahaan menerapkan Strategis Focus – manufaktur hanya berfokus pada produksi furnitur rumah sakit dan kualitas menjadi fokus dari setiap langkah dalam proses manufaktur.

Pada tahun 2003, Sarandi mendapatkan lisensi penuh oleh Departemen Kesehatan Indonesia untuk memproduksi furniture rumah sakit Pada bulan September 2003 Sarandi menunjukkan komitmennya untuk Manajemen Mutu ISO 9001:2000 dengan mendapatkan sertifikat dari TUV.

Pada tanggal 8 Juni 2007 Sebagai bukti lebih lanjut dari komitmen untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan mempertahankan kepuasan pelanggan, Sarandi meraih akreditasi sistem manajemen ISO 13485.

Pada tahun 2018 Sarandi telah memperbaharui menjadi ISO 9001 : 2015 dan ISO 13485 : 2016. pada tahun 2018 juga Sarandi telah mendapat CPAKB (cara pembuatan alat kesehatan yang baik) dari KEMENKES RI.

"Sarandi terus melakukan pengembangan di setiap produk barunya," tegasnya.

Isep pun mencontohkan, Sarandi saat ini fokus di lampu operasi, autoclave dan lampu operasi. Banyak juga untuk mengganti produk-produk impor.

Bagi Isep, Sarandi yang memulai usaha bengkel las dengan delapan pekerja di Desa Cibatu, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, ini menjadikan beragam hambatan sebagai tantangan.

Kenaikan harga bahan baku dan bahan baku yang langka, misalnya, tentu memberikan kerepotan bagi perusahaan. Sementara, di sisi lain, perusahaan telah terikat kontrak dengan pihak lain menggunakan harga yang lama.

"Kuncinya bagi kami itu komunikasi dan bagaimana cara menyikapinya. Kalau kami menyikapinya dengan pesimis, tentu perusahaan juga yang repot. Kami jalani saja sambil melakukan komunikasi dengan pembeli terkait kondisi yang dialami," pungkasnya. (TN)