Tak Bayar Denda ETLE, Pintu Perbankan Tertutup

TN, trustnews.id
Jumat, 08 Februari 2019 | 18:46 WIB


Tak Bayar Denda ETLE, Pintu Perbankan Tertutup
Imbauan Tertib Berlalu Lintas
TRUSTINSPIRASI.COM, JAKARTA - Ada banyak cara membuat pengendara jera, mulai dari imbauan hingga razia dengan cara bersembunyi di lokasi-lokasi tertentu, tak juga membuat ciut nyali para pelanggar. Ujung-ujungnya, pihak kepolisian pula yang dituding mencari-cari kesalahan.

Bahkan penggunaan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) tak juga membuat pengendara berpikir ribuan kali sebelum nekat melakukan pelanggaran. Bayangkan, sejak awal penerapan ETLE 1 November 2018 hingga 7 Desember 2018 tercatat 4.321 kendaraan telah melanggar di Jalan MH Thamrin dan Medan Merdeka. Dengan perincian, sebanyak 2.946 kendaraan di kawasan jalan Thamrin atau persimpangan Sarinah dan 1.375 kendaraan pelanggar jalan Merdeka Barat. Bila dirata-rata per hari terjadi 120 pelanggaran.

Mengutip data dari Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya tercatat sebanyak lebih kurang 1.500 surat tilang telah dikirim ke pelanggar ETLE di Jakarta. Para pelanggaran yang mendapat surat tilang diberi waktu 17 hari untuk melunasi denda tilangan dengan 7 hari masa sanggah atau

klarifikasi melalui situs web http://www.etle-pmj.info.

Namun sampai batas waktu yang ditentukan ternyata masih banyak penerima surat tilang ETLE yang tidak melunasi denda tilangan, hal itu terungkap dari 800 Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang diblokir oleh Ditlantas Polda Metro Jaya.

Bila pemblokiran dianggap angin lalu, bisa jadi jurus baru yang akan dikeluarkan Ditlantas Polda Metro Jaya membuat jera para pengendara. Jurus baru yang tengah ditimang-timang itu, memblokir para penerima surat tilang ETLE yang tidak membayar denda untuk mendapat akses ke perbankan.

Upaya menjerat pelanggar ETLE dengan memblokir kesempatan mereka untuk mendapatkan kredit perbankan saat ini tengah digodok Ditlantas Polda Metro Jaya dengan kalangan perbankan. Langkah ini dilakukan dengan menghubungkan data para pelanggar ETLE dengan data perbankan. Jika dalam waktu tertentu para pelanggar tidak membayar denda yang diwajibkan, secara otomatis namanya akan di-blacklist pihak bank untuk tidak bisa mengajukan jenis kredit apa pun.

Seperti diketahui, pengguna sepeda motor dan mobil dengan pelat nomor B jika melanggar aturan lalu lintas di Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin akan dikenai tilang elektronik. Apabila tidak membayar denda tilang sampai batas waktu yang ditentukan, yaitu kurang lebih dua pekan setelah surat tilang dikirim ke rumah, polisi akan langsung memblokir STNK.

“Masih diwacanakan dan dikaji terus bersama dengan pemangku kepentingan terkait," ujar Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Herman Ruswandi di Jakarta belum lama ini.

Walau baru wacana, Pemprov DKI Jakarta menyatakan mendukung berbagai kebijakan yang diarahkan untuk penegakan hukum dalam berlalu lintas. Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) Faisal Syafrudin menganggap sanksi pemblokiran STNK dan menghubungkan data pelanggar dengan perbankan bagi penunggak sanksi tilang di kawasan ETLE menguntungkan DKI.

"Mereka pelanggar lalu lintas ETLE yang belum bayar pajak tentu harus melunasi pajaknya dulu baru bisa bayar sanksi. Nah ini sangat menguntungkan. Ke depan kami juga akan menerapkan sistem ini di seluruh wilayah DKI Jakarta," ujarnya.

Menurutnya, sanksi tegas dalam penerapan ETLE akan membantu BPRD mengoptimalkan perolehan pajak kendaraan bermotor. Sebab dari perekaman kamera dan pelanggar lalu lintas bisa terlihat data kewajiban pajak kendaraan. Apalagi jika dilakukan pemblokiran STNK bagi pelanggar lalu lintas dan larangan kredit perbankan yang tidak membayar sanksi lebih dari dua minggu.

Selain mendukung langkah kepolisian, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Komunikasi, Teknologi dan Informasi juga memasang kamera Closed Circuit Television (CCTV) di seluruh wilayah untuk merekam kendaraan yang belum membayar pajak.

"Nah, kami terus lakukan door to door ketika sudah mengetahui kepemilikan kendaraan penunggak pajak. Bagi kendaraan yang tidak sesuai dengan kepemilikan, pemilik kendaraan harus mengurusnya kalau tidak mau ditahan," sebutnya.

Dukungan juga datang dari Leksmono Suryo Putranto dan Tulus Abadi. Sebagai pengamat transportasi dari Universitas Tarumanegara, Leksmono menyatakan langkah untuk menertibkan lalu lintas itu memang harus melalui penegakan hukum yang konsisten. “Penerapan blokir STNK dan blokir kredit perbankan merupakan langkah awal yang sangat baik untuk meningkatkan kesadaran berlalu lintas,” ujarnya.

Bahkan dirinya berharap ETLE segera diterapkan meluas ke daerah lain yang sudah cukup terlayani dengan angkutan umum. "Pemprov DKI harus mendukung dan harus bisa menjadi contoh bagi daerah lain. ETLE harus dilakukan," ujar dia optimis.

Sedangkan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia  Tulus Abadi, dalam pandangannya, penegakan hukum secara elektronik merupakan hal yang positif dan layak diberi apresiasi. Dia pun mencontohkan beberapa negara maju yang sudah mengimplementasikan aturan tersebut, termasuk Kota Ho Chi Min City di Vietnam.

“Pada konteks pelayanan publik, ETLE juga merupakan inovasi pelayanan publik karena adanya unsur baru, kemudahan, dan memiliki akuntabilitas tinggi. Fenomena suap antara oknum polantas dan pelaku pelanggar lalu lintas yang selama ini sering terjadi akan hilang,” kata dia.

Dituturkannya, ETLE akan mendorong perilaku positif bagi pengguna kendaraan bermotor di Jakarta. Pengguna kendaraan bermotor akan mematuhi rambu-rambu lalu lintas tanpa harus melihat ada polisi atau tidak karena mereka akan dimonitor CCTV.

Namun ada beberapa catatan YLKI mengenai penerapan ETLE, yakni sistem tilang elektronik memiliki kelemahan untuk kendaraan berpelat non-B karena tidak akan terdeteksi. Artinya jika ada kendaraan berpelat non-B yang melanggar tidak bisa dikenai penegakan hukum. Selain itu, penerapan ETLE jangan hanya menjadi proyek uji coba sementara saja, tetapi harus menjadi program yang permanen untuk memperkuat penerapan ERP (Electronic Road Pricing).


BACA JUGA