Investasi 2018 Meleset
Jumat, 08 Februari 2019 | 17:44 WIB
Thomas Trikasih Lembong, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
"Tahun fiskal 2018 lalu kami tidak berhasil mencapai target karena hanya 94,3 persen dari target realisasi final," ujar Lembong saat jumpa pers di kantor BKPM Jakarta, Rabu (30/1).
Namun, jika dilihat secara tahunan, realisasi investasi 2018 sebesar Rp721,3 triliun tersebut meningkat 4,1 persen dibandingkan 2017. Detailnya, realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp328,6 triliun dan realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp392,7 triliun. Realisasi investasi PMDN tahun 2018 menunjukkan peningkatan sebesar 25,3 persen dibandingkan 2017. Sedangkan total realisasi investasi PMA tahun 2018 turun 8,8 persen dibanding tahun 2017. Sepanjang 2018, 960.052 orang tenaga kerja terserap dari realisasi investasi.
Berdasarkan jenis usahanya, peningkatan investasi tersebar pada lima besar sektor usaha yakni listrik, gas dan air dengan total Rp117,5 triliun. Transportasi gudang dan telekomunikasi Rp94,9 triliun. Pertambangan Rp73,8 triliun. Industri makanan Rp68,8 triliun. Perumahan, kawasan industri dan perkantoran Rp56,8 triliun
Sedangkan, investasi yang masuk terdapat lima realisasi lokasi proyek adalah Jawa Barat (Rp116,9), DKI Jakarta (Rp114,2 triliun), Jawa Tengah (Rp59,3 triliun), Banten (Rp56,5 triliun) dan Jawa Timur (Rp51,2 triliun).
Untuk sumber investasi terbesar secara berturut-turut masih datang dari Singapura di tahun 2018 sebesar 9,2 miliar dolar AS, Jepang 4,9 miliar dolar AS, Tiongkok 2,4 miliar dolar AS, Hongkong 2 miliar dolar AS dan Malaysia 1,8 miliar dolar AS.
Raihan investasi yang di bawah target itu, menurutnya disebabkan turunnya realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 8,8%, yaitu dari Rp430,5 triliun pada 2017 menjadi Rp392,7 triliun. Selain itu, 2018 merupakan tahun yang sangat sulit untuk PMA langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) secara global.
”PMA kita tahun lalu turun 8,8%. Ini konsisten dengan data FDI dari Bank Indonesia dan juga tren global. Menurut data UNCTAD, FDI internasional secara global tahun lalu turun 20%,” ujarnya.
Lembong menyebut sentimen perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang sempat menghantam mulai kuartal II/2018 sebagai salah satu pemicu penurunan investasi asing sepanjang tahun lalu. Sedangkan secara domestik, Lembong menjelaskan melesetnya target realisasi investasi tersebut lantaran insentif yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong penanaman modal masih kurang optimal. Ia menilai insentif yang ada harus dibuat lebih agresif, bahkan mungkin perlu adanya tambahan insentif agar menarik minat investor asing.
"Memang menurut kami, insentif yang ditawarkan harus dibuat lebih agresif dari pada sekarang karena dari data yang riil, insentif yang kita berikan belum berhasil mengangkat investasi. Belum 'nendang' dibanding harapan kita semua," tuturnya.
Insentif yang agresif diperlukan agar Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand. Selain perlu lebih agresif, pemerintah harus mengimbanginya dengan peningkatan keterampilan tenaga kerja.
"Bukan rahasia, negara tetangga super agresif, kelihatan dari data investasi Vietnam dan Thailand. Mereka memang gencar memberi insentif dan lakukan deregulasi," katanya.
Namun, kata dia, kondisi ini mulai menunjukkan tren rebound atau mulai pulih pada kuartal IV/2018. ”Eskalasi perang dagang mulai reda, mulai menyesuaikan, konfiden dari investor mulai pulih dan ada optimisme bahwa ini bisa diselesaikan. Puncaknya pertemuan bersama antara kedua presiden (AS dan China) yang akan kembali berunding,” tuturnya.
Menurut Lembong, di kuartal IV/2018 juga mulai ada optimisme dari dunia usaha terkait Pemilu 2019, di mana kedua pasangan capres-cawapres sudah mulai mengampanyekan program- programnya. Ekspektasi pasar adalah kontinuitas dan stabilitas. Pernyataan dari petahana maupun oposisi, ungkap Lembong, cukup bersifat pro terhadap investasi dan reformasi, sehingga ada optimisme bahwa kalaupun ada kejutan dalam masa pemilu, arah kebijakan pemerintah tidak berubah.
”Jurus kebijakan tetap berarah pada reformasi perekonomian, modernisasi, dan internasionalisasi. Hasil kami berdiskusi dengan investor, mulai terbentuk konsensus atau optimisme pemilu 2019 di samping pemulihan perang dagang,” tuturnya.
Lembong optimistis tren 2019 akan membaik kendati merupakan tahun politik. Berdasarkan siklus dari pengalaman 15 tahun terakhir, kata dia, sebelum pelaksanaan pemilu memang investasi cenderung melambat tapi setelahnya akan rebound.
Lembong yakin pascapemilu April 2019, investasi di dunia usaha akan kembali pulih dan menggeliat hingga akhir tahun. Untuk itu, BKPM optimistis memasang target investasi Rp792,3 triliun tahun ini, dengan komposisi PMA 55% dan PMDN 45%.
Sementara itu, untuk realisasi investasi PMDN tahun 2018 mencapai Rp328,6 triliun, naik 25,3% dibandingkan tahun 2017 sebesar Rp262,3 triliun. Lembong menyebut PMDN tetap tumbuh sehat dan berhasil mengompensasi penurunan PMA.
Dia menyebut faktor pendorong, misalnya pelemahan rupiah yang menjadikan investasi ke luar negeri, menjadi lebih mahal bagi investor domestik. Lebih lanjut Lembong menambahkan, realisasi investasi pada 2018 merupakan cerminan dari upaya tahun sebelumnya.
Hal lain yang dinilai menjadi penyebab, menurut Lembong, kurangnya eksekusi implementasi kebijakan tahun lalu berimbas pada perlambatan investasi pada tahun ini, di samping adanya hambatan dari faktor eksternal. Dia menyebut transisi perizinan ke sistem Online Single Submission (OSS) juga cukup memengaruhi tren perlambatan investasi pada 2018.
”Namun, kami percaya bahwa realisasi investasi selanjutnya akan meningkat dengan adanya pembenahan sistem OSS dan kebijakan pro-investasi yang lebih dari tahun sebelumnya,” tegasnya.
BKPM mencatat realisasi investasi selama 2018 didominasi oleh sektor infrastruktur seperti pembangkit listrik, jalan tol dan telekomunikasi. Di samping itu, perkembangan investasi di bisnis digital di Tanah Air disebut-sebut sebagai penyelamat investasi.
BACA JUGA